RINDU KEPADA SANG MOTIVATOR


Suara katak yang merdu itu menemani malamku. ku llihat jam dinding dikamarku. oh tidak jarum kecil itu sudah berada di atas angka tiga (pagi), tapi mata ini tak bisa dipejamkan karena ada sesuatu yang menghalanginya. Ku sendiri disalah satu kamar pondokku dulu. ku pandang laptopku yang  tak berfungsi lagi setelah kelulusanku disalah satu universitas di Surabaya. suasana sunyi membuat tangan bergerak untuk membuka laptop. Sejenak kutarik nafas panjang, sambil kuamati keadaan sekitar. Seorang temanku  sudah tertidur pulas. Hanya aku dan laptopku yang tersisa di kamar kenangan itu. Akupun mulai membuka laptopku dan menyapa “hallo laptop, aku akan gunakan kamu lagi”. Terbukalah laptopku dan kusegerakan untuk menggerakkan jari-jari manisku lalu kemudian aku membuka aplikasi microsoft word. Sudah terbuka malah mata ini merasa tak mampu untuk berhadapan dengan laptop. Kulayangkan tanganku ke pipiku PLOK “ayo jon, jangan malas untuk berbuat yang positive”. Kubergegas ke bawah menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Keadaan sudah kembali fit. laptopun sudah siap dipermainkan lagi, tapi pikiran ini masih kosong, mau nulis apa? Tentang apa?. Tiba-tiba sebuah tamparan hati muncul dalam jiwaku. kuteringat dan rindu terhadap sang motivatorku. dia adalah ayahku, akhirnya aku menulis cerita pendek tentang kerinduanku terhadap sang motivatorku.
Tujuh tahun yang lalu, ketika aku baru lulus dari  Madrasah Tsnawiyah Negeri Mojoagung. Aku ditanya sama ayahku, “le.,.,setelah ini kamu tak pondokkan di tambakberas ya”. Awalnya aku tidak mau dimasukan di pesantren tapi hati kecilku mengatakan bersedia masuk didunia pesantren. “iya yah, aku mau” jawab aku kepada ayahku. Motivatorku adalah seorang yang tegar, jujur, berjiwa interprener, tak peduli apa yang beliau bawa dan beliau miliki. tipe ayahku itu sedikit bicara tapi banyak berbuat. Suatu ketika aku pernah ikut ngobrol antara ayahku dengan abah (penjaga masjid disebelah rumahku). Di ruangan yang tentram itu terdapat pembicaraan antara aba dengan ayahku. “cak, di daerah tuban ada pagar yang tidak bisa ditutup, tolong kamu kesana dan perbaiki pagarnya, sekalian ngukur pagar masjid, aku mau pesen pagar ke kamu” kata abah kepada ayahku. “siap bah” jawab singkat ayahku. Keesokan harinya, pukul 07 pagi ayah mengeluarkan sepedanya. Dan aku bertanya kepada beliau “bade ten pundi yah?” (mau kemana). Jawab ayahku “mau ke tuban lee, ada pekerjaan yang harus ayah kerjakan”. “apa tiddak besok aja ya? Sekarang kan ayah masih tidak enak badan” kataku. “ini adalah amanah le, janji harus ditepati” jawab ayahku. “nggeh pun.,.,koq pakai sepeda yang jelek itu yah? Kan yang lain ada?” tanyaku lagi kepada beliau. “looh.,.,.,justru dengan makai kendaraan buntut ayah bangga lee,. Karena terhindar dari pujian manusia” jawab ayah kepadaku.  dalam hatiku berkata betapa malunya aku, aku makai sepeda buntut aja malu, malu di ejek temen dan merasa seneng jika mengendarai sepeda bagus, sungguh hamba belum bisa meniru kesederhanan seorang motivatorku itu. Berangkatlah ayahku ke daerah tuban. Ngreng ngreng ngreng.
Suatu hari aku terpojok dikamarku. Terpandang tak jelas disudut kamar. Terbayang-bayang keadaan lingkungan pesantren itu seperti apa. kerinduan menyapaku ketika aku hendak pergi dan meninggalkan keluargaku. serindu apakah aku nanti disana?. “Plok” tanganku menghantam pipiku “sudah jangan berfikir yang aneh aneh niat cari ilmu dan membahagiakan orang tua” seketika itu semangatku meningkat. Akupun segera bangkit dan menghabiskan waktu liburanku bersama keluarga, teman teman dan orang yang aku cintai. Waktu terasa tak bersahabat dengaku, waktu yang kuhabiskan dengan keluarga tak cukup banyak. ketidakpuasan terhadap waktu aku rasakan pada saat itu, dan akhirnya kupaksakan diriku ini untuk menerima masa habisnya waktu kebersamaan dengan keluarga. Pada hari sebelum keberangkatan ke pesantren tambakberas, malamnya akupun segera bangkit dari ketidakpuasan itu. Dan kemudian beranjak mempersiapkan barang-barang yang mau dibawa ke pesantren, segala urusan aku siapkan. Waw, tak terasah jam sudah menunjukan pukul 00.10, kenapa waktu itu begitu cepat?. kurang 10 jam lagi aku meninggalkan  keluargaku dan kampung halamanku. Beberapa kali aku menguap, penanda kantuk mulai mendekap. Hingga akhirnya akupun tertidur pulas.
Adzan subuh telah membangunkan tidurku, akupun segera bangkit dari tempat tidur dan melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu kemudian setelah itu akupun melangsungkan sholat berjamaah di masjid sebelah rumahku.  Sholat berjamaahpun selesai, akupun segera menuju kerumahku.  
Jam dinding menunjukan pukul 6 pagi. saatnya aku bergegas mempersiapkan diri untuk pergi ke tambakberas. Disaat aku sedang mempersiapkan diri, disudut lain terlihat ayah sedang mempersiapkan (manasi) sepeda motornya. Sisi lain ibuku juga sedang mempersiapkan bekal makananku. Suasana pada saat itu sedikit haru bagaikan daun-daun yang berguguran.  Terdengar suara dari luar kamarku “sudah selesai ta le?” Tanya ayah kepadaku. “habis ini yah” jawabku  sambil beres-beres keperluan yang mau dibawa. Akhirnya beres-beresku selesai juga. Akupun segera berjalan menuju ayahku “sudah siap yah” kataku kepada ayah. Dari sudut ruangan dapur terdengar suara “sarapan dulu lee, ne sudah siap makanannya dan bekalmu buat di pondok” itu adalah suara ibuku yang sedang mempersiapkan hidangan makan pagi kami. “iya bu” jawab aku. Akupun segera melangkahkan kakiku menuju ruang dapur. Terlihat jenis makanan yang begitu banyak tersaji dihadapanku. Kupuaskan nafsu makananku sebaik-baik mungkin, karena aku berfikir bahwa nanti ketika di pesantren pasti makannya tidak seperti dirumah ini. “sudah selesai ta le makannya?” Tanya ayahku diluar sana. Aku jawab “habis ini yah, kurang sebentar”. Kenyang dan puas telah aku rasakan, tiba saatnya aku berpamitan kepada semua keluargaku, berawal dari pamit (sungkem) ke ibuku dulu “bu pamit, pandungane nggeh bu” (mohon doanya ya bu) kataku sambil mengecup tangannya dan pipi beliau. “iya lee, belajar yang sungguh sungguh jangan pacaran dulu, belajar hidup sederhana” pesan ibuku kepadaku. Kemudian kutengok keluar nampak terlihat ayahku sudah siap mengendarai sepeda motornya dan menungguku untuk mengantarkanku kepesantren. Akupun menghampirinya “loh ya,.,koq pakai sepeda ini, kenapa tidak pakai mobil?” tanyaku kepada ayah. Jawab ayahku “sepeda mobil itu sama sama titipan dari tuhan, dengan mengendarai sepeda jelek ini kita bisa terhindar dari kesombongan dan merasa rendah diri dihadapan tuhan” pada saat itu memang ada sedikit rasa malu jika aku diantar kepondok dengan mengendarai sepeda itu. Tapi apa daya akupun memaksakan hati ini untuk selalu hidup sederhana. Akhirnya aku di antar ayahku denngan mengendarai sepeda motor tersebut. Ngreng ngreng ngreng.
Akhirnya akupun masuk kedalam dunia pesantren. perubahan yang aku alami sungguh sangat positif. Sholatnya tambah rajin, mengaji alquran tambah lancar, dapat teman baru, dan masih banyak perubahan positif yang aku dapatkan dilautan ilmu tambakberas ini. Dan yang paling berkesan dan tak menyangka-nyangka dalam hidupku ini adalah menjadi salah satu orang yang dipercaya untuk menjadi ketua pondok disalah satu pesantren bahrul Ulum. Tak menyangka saja aku yang baru saja mondok, aku yang belum begitu kenal dengan pelajaran kitab-kitab kuning pesantren. bisa dbilang apa yang aku dapatkan di pondok dan sekolah itu adalah hal yang baru yang aku ketahui. hal yang baru yang aku temukan, koq bisa dipercaya menjadi ketua pondok?. Aku tak tau itu. aku merasa tidak pantas jadi ketua pondok karena ketika masuk dilingkungan pesantren ini aku tak membawa bekal apapun tak memiliki kemampuan apapun hanya niatan yang aku miliki dan aku kuatkan.  
Angin berhembus kencang menusuk kedalam kalbu, tak terasa jasad ini sudah tumbuh selama satu tahun. Beratnya amanah yang aku pikul tak terasa berat lagi karena ada seorang yang membantu memikul amanah itu, yaa beliau adalah ayahku. Karena beliau adalah motivatorku, penyemangatku, pagar hidupku, bunga hidupku yang selalu menebar keharuman disaat aku terkena bau busuknya musibah dan masalah. Selain Allah yang jadi sandaran hidupku ada ayahku juga yang jadi sandaran dalam hidupku. Iya betul. Karena pada saat aku mengemban amanah tersebut aku selalu curhat pada ayahku tentang masalah yang aku hadapi. Semangatku bertambah ketika aku menceritakan masalah masalahku kepada ayah.
Kemudian disaat aku dan teman teman kamar lagi asyik bercanda tiba-tiba ada panggilan dari orang ndalem kiai “jon.,.ada telfon untukmu dari keluargamu” teriakan dari dalam ndalem kiai. Kuberhentikan canda tawaku bersama teman-teman dan segera melangkahkan kakiku menuju kearah ndalem kiai. “assalamualaikum” kataku lewat telfon. “wa’alaikum salam, le ini ibu, kamu bisa pulang sekarang kah?” Tanya ibuku melalui telfon tadi. “kenapa bu aku disuruh pulang” tanyaku kembali kepada ibuku. “sudah, kalau kamu bisa pulang, pulanglah le, ya sudah ibu repot, wassalamualaikum” jawab ibuku. Tut tut tut. Pertanda kalau jaringan telfonnya sudah terputus. Perasaan tidak enak tiba-tiba menghampiri dalam jiwa ini, ada apa dengan keluargaku? Apa yang sedang terjadi?. Kegelisahan yang menjadi-jadi mengakibatkan aku harus bergegas pulang. Pada saat setelah ditelfon ibu, akupun bergegas dan langsung pulang dengan naik bus. Ngeeeeenggggg.
Akhirnya, akupun tiba di depan rumah “assalamualaikum” ucapku sambil mengetok pintu. “wa’alaikum salam” sahut suara merdu dibalik pintu. Dalam benakku berkata siapa gerana yang memiliki suara merdu itu, padahal penghuni rumah kan laki laki semua kecuali ibuku dan nenekku. Dibukalah pintu itu dari dalam. “Kreekkk” bunyi pintu. Mataku tak bisa kukedipkan, jantung terasa tak bisa berdetak pelan ketika aku melihat wajah yang begitu bersinar-sinar. mulutpun tak bisa mengucapkan kata-kata dengan lancar “ka ka kamu siapa?” tanyaku gugup. “ini mas zaki ya? Aku tetangga kamu mas yang pulang dari Malaysia” suara yang keluar dari mulutnya membuat telinga tak bisa berhenti mendengarnya, membuat hati melayang layang ke udara. Akupun terbawa kealam yang bahagia melupakan hal yang sebenarnya terjadi dirumah.  Tibatiba ibuku menampar pipiku “kamu sudah pulang to, cepat masuk kedalam. Nglamun aja”. “iya iya bu” jawabku kaget. Sejenak melupukan kecantikan wajah wanita tersebut, kusegera masuk mengikuti ajakan ibuku, tiba di ruang tamu aku dipersilahkan duduk. Kayaknya ada hal yang mau dibicarakan penting ne. “lee..ayahmu kecelakaan” kata ibuku. belum selesai bicara kupotong “astaghfirullah” mata berbening-bening, air mata tak bisa kutahan. “sekarang ayahmu dirawat di rumah sakit dan besok mau dioperasi” lanjut ibuku. 
Dalam pertemuan itu aku dijelaskan tentang kronologi ayahku kecelakaan. Ayahku kecelakaan tunggal. Kronologinya begini ketika ayahku mengendarai sepeda motornya yang saat itu tepat di belakang mobil truk tiba-tiba ada sebiji kayu jatuh dari mobil truk tersebut lalu kemudian mengenai ayahku lalu ayahku jatuh bersama sepedanya. Kemudian ayahku tak sadarkan driri dan kemudian di larikan di rumah sakit.
Rasa sedih telah menyelimuti perasaanku. musibah  ini menjadikan drajat ayahku meningkat jika semuanya menerima dengan lapang dada dan sabar.  Setelah itu juga aku langsung pergi ke rumah sakit yang merawat ayahku. Setiba disana kulangsung mencari kamar dimana ayahku dirawat. Kujumpai saudaraku yang lagi duduk ditaman, kusapa dan kemudian dia mengajakku menuju kekamar ayahku. “assalamualaikum” salamku kepada ayah. Hati kecilku menangis melihat ayah tak berdaya diatas kasur, tapi aku tak boleh menunjukan air mataku kepada ayahku. Ku tak mau membebani lagi karena kesedihanku adalah kesedihann beliau juga. Dua jam lagi ayahku akan menjalankan operasi tulang patah akibat kecelakaan tersebut. Tulang bagian dada beliau mengalami patah sehingga harus disambung melalui jalan ooperasi. “ayah pasti kuat menjalani ujian ini” kataku kepada ayah sambil memeluknya. Kemudian ayah berkata kepadaku “kamu tak boleh sedih lo le, tetap semangat, tak usah memikirkan kondisi ayahmu, focus di sekolahmu ya”.  aku langsung menunjukan sikap semangatku kepada ayah “siap bozz” sambil memperagakan seperti layaknya menghormati bendera merah putih.
Orang tua manapun tak akan mau melihat anaknya sedang bersedih, sebagaimana kondisi orang tua kita pasti tetap memberikan senyum bahagia dan memotivasi kita. Itu yang terdapat pada seorang ayahku. Meskipun beliau dalam kondisi tidak mensehatkan. Tapi beliau tetap memperlihatkan kebahagian dan semangatnya demi anaknya. Dan Tak lama kemudian seorang dokter tiba diruangan kami, sidokter tersebut memberitahukan bahwa ayah ku akan di bawa keruang operasi. Dibawalah ayahku ke ruang operasi. Ku mengikuti langkah dokter yang membawa ayahku. Sampai di depan ruang operasi aku tak boleh mengikuti ayah sampai kedalam ruangan. Akupun menunggu didepan ruangan. Hati yang tak bertulang tidak henti hentinya memikirkan keselamatan ayahku. Kuberjalan mondar mandir, kiri ke kanan, kanan ke kiri. Bibir ini tak henti hentinya mengucapkat sholawat demi keselamatan ayahku dalam operasinya. “tik tik tik tik” bunyi jarum jam semakin terdengar ditelingaku. Ku ambil Hand Phoneku untuk melihat pukul. Dan ternyata aku sudah menunggu hampir 3 jam. tapi, dibalik pintu ruang operasi belum juga muncul seorang dokteer.  
10 menit kemudian salah satu dokter keluar dari dalam ruangan operasi. “keluarga bapak Jono?” Tanya doketer. “iya dok, saya putranya” jawabku. “Alhamdulillah operasi berjalan lancer, dan kondisi ayahmu membaik’ kata dokter kepadaku. Rasa syukur yang langsung kulakukan dengan mengucapkan kalimat “alhamdulillahi rabbil ‘alamin”. Setelah operasi selesai ayahku masih disuruh untuk rawat inap selama dua minggu demi penyembuhan pasca operasi. setelah melihat ayahku masih berbaring di ruang tidur akupun pulang dan kembali ke pesantren tambakberas. Meskipun aku belum bisa melihat kesembuhan ayahku tapi masuk sekolah adalah kewajibanku dan apabila kewajibanku ini aku penuhi pasti ayahku akan bahagia. 
Hari demi hari terlewatkan, tiba pada waktunya selama 1 bulan berada di rumah sakit akhirnya ayah diperbolehkan pulang dan di suruh rawat jalan oleh pihak rumah sakit. Kabar gembira ini disambut suka dan duka oleh keluargaku. Acara tayakuranpun digelar dalam rangka mengucap rasa syukur atas kembalinya sang motivatorku. Satu bulan setelah operasi ayahku sudah bisa melakukan aktifitas seperti biasa meskipun bekas operasi yang ada didada itu masih terasa sakit jika melakukan aktifitas yang berat berat, seperti angkat angkat barang berat. Pada saat itu aku masih berada di pesantren, masih belajar disekolah negeri. Karena jarak antara rumahku sama tempat aku nyantri itu dekat maka ayahku setiap bulan datang kepesantrenku untuk mengantarkan uang sangu. “jon jono, ayahmu dating” panggilan dari seorang temanku. “ok boz” sahut aku sambil jalan menuju kebawah. “loh.,ayah koq cepat kesininya? Uangku masih ada koq” kataku kepada ayah. “iya gak papa le, ini ditabung aja” “ini uangnya dan ini bungkusan nasi kecil buat gus.e” kata ayah sambil mengasihkan bingkisan nasi dan uangnya. Sekali lagi, my motivatorku memang membuktikan nasehat nasehat yang beliau ucapkan, buktinya waktu itu aaku melihat kalau ayah masih memakai sepeda jelek itu, sungguh luar biasa. Yang tak bisa kulakukan mungkin.
Hari demi hari telahku lewati. bulan demi bulan telah ku lalui melalui jalan yang berliku liku ,dan tahun demi tahun telah menjadi kenangan yang terindah. Tak terasa aku sudah mencari ilmu di lautan ilmu selama 3 tahun dan hari besok adalah hari terakhirku di tempat yang aku cintai ini. Ya besok adalah hari dimana aku dan kawan kawan berpisah untuk sementara waktu demi melanjutkan kehidupan yang baru yakni melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Kemudian tibalah pada saat dimaa aku dan teman temanku resmi menyandang sebagai alumni sekolah aliyah. 
Setelah itu aku melanjutkan pendidikan di Pare, tepatnya di kampung inggris. aku belajar disana selama dua bulan. Setelah itu aku melanjutkan pendidikanku di salah satu Universitas Negeri di kota Surabaya. pada saat aku masih menginjak semester dua. Musibah datang lagi menimpa keluargaku. Iyaa. Pada saat aku masih di Surabaya tiba tiba aku ditelfon sama orang rumah. “Kring kring kring” bunyi HPku. “Assalamu’alaikum” ucapkku lirih.. dijawab “wa’alaikum salam, ne ibumu le, gimana? Besok libur kah? Bisa pulang kah?”. Kujawab “iya bu, emang ada apa bu” tanyaku gelisah. “ayahmu terkena sakit strok le, dia ingin ketemu sama kamu.” Seketika itu air mataku keluar bagaikan air hujan. Perasaan sedih yang luar biasa menghampiri perasaanku. “iya bu besok aku pulang” kataku sambil menahan mimic bicaranya orang sedih. 
Hari esokpun tiba. Akupun langsung bergegas pulang. Seperti biasa aku pulang memakai jasa angkutan bus jurusan Surabaya Solo. Tak terasa hampir 1 jam setengah aku berada di dalam  bus. dan akhirnya aku pun sampai juga didepan rumah. Iya Karena rumahku berada dipinggir jalan raya, sehingga aku bisa berhenti di depan rumahku. Kemudian kulangkahkan kaki ini menuju rumahku. “assalamualaikum” salamku sambil mengetuk pintu. Aroma kesedihan kurasakan ketika aku berada didepan pintu rumahku. terdengar ucapan “wa’alaikumsalam” dari dalam rumah. Terbukalah pintu itu. Tiba tiba tanpa kusadari ibuku langsung memelukku sambil menangis “lee..ayahmu semakin parah, tak bisa bicara, tolong beri semangat kepada ayahmu”. Langsung seketika itu juga air mataku menetes kepunggung ibuku. kesedihan luar biasa yang pernah aku alami. “Tuhan, beginikah Kau menyayangi ayahku? Dengan cara inikah Kau ingin mengangkat derajatnya? Semuanya akan kembali kepada-Mu tapi beri kesempatan hamba untuk bisa membahagiakan ayahku, angkatlah penyakitnya Tuhan”. 
Sang motivatorku lagi-lagi terkena musibah. kali ini penyakit yang belum ada obatnya. hanya Allah yang bisa menyembuhkan penyakit itu. Hatiku tak henti hentinya menangis melihat sang motivatorku tak berdaya di atas kasur. 
Beberapa jam kemudian aku pun masuk ke kamar ayah. Air mataku langsung keluar, secepatnya ku ulas air mataku. Aku tak boleh sedih dihadapan ayah. Tapi aku tidak tega melihat beliau berbaring di kamar. Seketika itu aku langsung keluar dari kamar ayahku dan menangis sepuasnya di pelukan ibu. Air mata yang tak pernah keluar tiba tiba terkuras habis akibat kesedihan yang begitu mendalam terhadap sang motivatorku. Ku coba untuk tegar dan tabah. Ku ambil air wudhu, memasang wajah yang ceria dan bahagia. Dan kemudian aku masuk lagi ke dalam kamar ayah. kondisi ayah saat itu hanya bisa berbaring, melihat dan mendengar. Aku berkata “ayah.,.,.aku mencintaimu, aku bangga padamu,., ayah pasti kuat menjalani cobaan ini”. Beliau tersenyum dan mengeluarkan air mata kemudian  memelukku. Mungkin beliau mau mengatakan “jangan bersedih lee.,.,ayah tidak apa apa, tetap semangat” ya aku tau pasti itu yang akan terucap. meskipun saat itu  ayah tak bisa berbicara. 
Hampir setengah jam aku berada disamping ayahku, menunggu beliau tertidur pulas. setelah beliau tertidur pulas, aku beranjak meninggalkan ruang peristirahatan beliau. Aku pun menuju ruang tamu dimana semua keluargaku berkumpul di ruang tamu tersebut. Disana ada pembicaraan masalah tentang cara menyembuhkan penyakit yang di alami ayahku sekarang. berbagai orang pintar sudah kami singgahin tapi tetap saja penyakit ayah tak kunjung membaik. Ditengah pembicaraan kami tiba tiba suasananya menjadi haru. Bulu kuduk ku berdiri merinding. “ada perasan apa ini bu” tanyaku kepada ibu. “tidak tahu le, ayo kita check kekamar beliau” jawab ibu kepadaku. Sebelum aku dan ibuku beranjak dari ruang tamu menuju ke kamar ayahku tersebut. ibu (nenekku) dari ayahku tiba-tiba mengatakan “anakku tak usah dibawa kerumah sakit lagi, sekarang kita kumpul di ruanganya dan membaca surat yasin disana”. Mendengar hal itu hatiku merasakan hal yang tidak enak, ada apa?. Dan kamipun menuruti kemauan nenek. kami semua berjalan menuju ke ruangan ayahku. dan kemudian kami langsung membaca surat yasin. Semua anggota keluargaku duduk di bawah kasur tempat tidur ayahku sambil melantunkan surat yasin. Dan aku memilih berada disamping ayah. saat itu ayahku tak bisa berbuat apa apa, akhirnya ku bantu untuk melafalkan “lailahaillaAllah” kumendengar lafal itu muncul dari mulut ayah. setelah itu aku ambil buku yasin dan membacanya disamping beliau. 
Sampai pembacaan surat yasin yang ketiga tiba tiba suasana menjadi seperti surga yang bertaburan bunga. Perasaanku bertambah sedih, air mataku mengalir begitu saja. Kuhentikan pembacaan yasin. lalu ku melihat wajah motivatorku tersenyum tapi wajah beliau terlihat pucat. Kupegang kakinya, rasanya tak ada aktifitas kehidupan di kakinya. Kemudian kupanggil ibuku. “bu .,ayah koq tidak bergerak lagi” . ibuku langsung memeriksa dan kemudian ibuku terlihat mengeluarkan air mata sambil mengatakan “innalillahi wa innailaihiraaji’un”. Seketika itu semua orang menghentikan aktifitas baca surat yasinnya. Akupun memeluk ibu, Air mataku mengalir membasahi pakaian ibuku. Semua keluargaku juga merasakan kesedihan yang mendalam atas kepergian ayah. hal itu buatku tak percaya, buatku tak bisa menerima takdir Tuhan.  karna aku belum bisa ditinggal sang motivatorku untuk selamanya. Karena lewat beliaulah aku menjadi manusia yang lebih baik, manusia yang semakin baik, dan karena contoh yang diberikannya menjadikanku semangat menjalani hidup ini. Mengapa semua ini terjadi padaku, dimana aku masih butuh motivasi dari beliau disaat aku masih semester dua.
Orang yang kucintai meninggalkanku untuk selamanya dan baru pertama kali aku melihat secara langsung orang meninggal dunia didepan mataku. Kesedihan luar biasa yang kualami ini tak pernah aku alami sebelumnya. kesedihan ini mengalahkan kesedihan kehilangan rumah yang bernilai triliunan. Tapi begitu aku akan belajar ikhlas meskipun itu sulit bagiku tapi aku akan belajar ikhlas menerima semua ini dan selalu tersenyum buatmu ayah supaya kau disana bahagia melihat anakmu tersenyum. Doaku selalu kulantunkan untukmu disetiap langkahku. Selamat jalan sang motivatorku, dimataku kau tak ada yang salah, kau adalah manusia yang sempurnah yang tercipta untukku.   
Tiga tahun sudah aku hidup tanpa seorang motivator. Sekarang aku adalah seorang sarjana. aku merasakan kesedihan yang mendalam ketika aku diwisuda tanpa kehadiran seorang ayah. aku sedih belum bisa melihat senyumannya ketika melihatku sukses dan memakai toga. Tapi aku yakin di alam sana pasti ayah sudah senang melihatku bahagia.
Perubahan sikapku  setelah ditinggal beliau sangat terasa ketika aku sudah lulus dari universitas di Surabaya. dari gaya pergaulanku dan gaya komunikasiku. Sepeninggalnya motifatorku hidupku seakan akan berbelok dari jalan yang disukai ayah, hidupku pasca meningalnya ayah telah menjadi kehiduapn yang tak ada masukan motivasi. Sekarang aku hidup tanpa seorang yang mendukungku. Sekarang hati ini telah ternodai oleh sebuah cinta, sebuah system perpacaran. Tersakiti oleh orang yang sudah kuanggap menjadi salah satu motifasiku. Ku rindu seorang meotifatorku, aku ingin beliau hadir ditengah tengah kehidupanku lagi, ku rindu atas masukan masukan beliau, ku rindu bimbingan dari beliau, ku ingin beliau menjadi teman curhatku lagi. Ku butuh seorang seperti beliau yang bisa mengobati rasa sakit di hati ini. Meskipun keinginanku itu tak mungkin terkabulkan tapi aku yakin setiap doaku untuk beliau bisa menjawab semua keinginanku dan menjadikan aku orang yang lebih baik. walau jasadmu sudah tak ada tapi rasa kebesaranmu, rasa kebaikanmu selalu ada dihatiku. Walau kau tak tampak lagi di muka bumi ini, tapi aku yakin kau selalu hadir didalam hatiku. Aku yakin engkau sudah hidup kekal di surga-Nya. Amin
By J



Komentar