Jejak Perjalanan Hidup
Saya, Al-Fakir Achmad Muzaqi, hanya bisa bersyukur ketika Allah menitipkan amanah besar sebagai Branch Manager BMT NU Ngasem Cabang Parengan, Jawa Timur. Sebuah posisi yang tak pernah saya bayangkan, tak pernah terlintas dalam angan-angan, namun akhirnya menjadi bagian dari takdir perjalanan hidup saya.
Saya lahir di Desa Gambiran, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang, pada tanggal 12 Februari. Seiring berjalannya waktu, takdir kembali menuntun saya pada sebuah peristiwa penting: pada tahun 2017, saya menikah dengan seorang gadis cantik dari Desa Lajo Lor, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban. Sejak sebelum akad nikah, kami telah sepakat untuk tinggal di rumahnya. Suasana pedesaan yang adem, tenang, dan penuh kesejukan semakin menguatkan hati saya untuk memulai hidup baru di sana.
Awal kehidupan setelah menikah tentu tidak mudah. Di desa istri saya, saya tak memiliki kerabat ataupun teman dekat. Namun, dengan tekad mandiri, keberanian, dan keyakinan, saya mencoba menata langkah. Saya berkeliling melamar pekerjaan ke berbagai kantor dan perusahaan di Kabupaten Bojonegoro dan Tuban. Tiga bulan lamanya saya menunggu, hingga akhirnya kabar baik datang: panggilan dari PT. POS Indonesia KPRK Tuban pada bulan Oktober 2017.
Saya diterima bekerja sebagai pos assurance consultant. Namun, setelah 16 bulan, saya memutuskan untuk mengundurkan diri karena berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Keputusan itu terasa berat, tetapi ternyata menjadi jalan bagi takdir berikutnya.
Awal tahun 2019, saya mencoba melamar di BMT NU Ngasem. Saat itu saya melihat pengumuman lowongan untuk posisi teller dan marketing di Cabang Parengan. Saya pun mencoba mencari kantornya, tetapi tak kunjung menemukannya. Ternyata, Cabang Parengan masih dalam proses pembukaan. Akhirnya, saya mengantar surat lamaran ke Cabang Banjarjo, Bojonegoro.
Tak lama kemudian, tepatnya Februari 2019, saya diterima bekerja dan ditempatkan di Cabang Trucuk, Bojonegoro. Jarak rumah saya dengan kantor sekitar 38 km. Setiap hari, saya berangkat pukul 05.00 pagi agar tiba tepat waktu, sebab jam masuk kerja maksimal pukul 06.00.
Hari-hari di BMT NU Ngasem sangat berbeda dengan pengalaman kerja saya sebelumnya. Tidak hanya soal jam kerja atau seragam, tetapi juga rutinitas ibadah yang mengiringi aktivitas harian: tilawah tahajud, shalat dhuha, hingga membaca surat Al-Waqiah. Semua itu terasa berat di awal, tetapi niat berkhidmah kepada NU menjadikannya terasa ringan.
Maret 2019 menjadi bulan yang berkesan. Saat pengumuman jabatan dan penempatan kerja, nama saya dipanggil sebagai Koordinator Cabang Parengan. Padahal, saya hanya melamar sebagai teller. Inilah bukti bahwa manusia berencana, tetapi Allah-lah yang menentukan jalan terbaik.
Hari demi hari bergulir. Hingga saat saya menulis catatan ini, 2 Desember 2023, saya masih dipercaya mengemban amanah sebagai kepala cabang Parengan. Lebih dari empat tahun saya bersama keluarga besar BMT NU Ngasem, begitu banyak suka dan duka yang saya lewati. Namun yang paling berharga bukanlah jabatan, melainkan perubahan positif dalam diri saya dan keluarga kecil saya.
Kini, ibadah wajib dan sunnah semakin tertata, membaca Al-Qur’an menjadi kebiasaan, hubungan dengan NU Tambakberas tetap terjalin, dan usaha istri saya, Shakila Shop, mulai berkembang. Sedikit demi sedikit, impian hidup pun terwujud: membeli tanah, menyiapkan pendidikan anak, dan menata masa depan.
Di balik semua ini, saya hanya berharap satu hal: keberkahan dari NU dan para ulama NU. Semoga Allah memberikan kekuatan agar saya bisa terus bertahan, berkhidmah, dan memberi manfaat selama hidup saya.
Komentar
Posting Komentar