BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hukum merupakan petunjuk mengenai tingkah laku dan juga sebagai perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban. Hukum dapat dianggap sebagai perangkat kerja sistem sosial yang melakukan tugasnya dengan menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengatur hubungan antarmanusia.
Keadilan harus selalu dilibatkan dalam hubungan satu manusia dengan manusia lainnya. Sebagai makhluk sosial, interaksi antarmanusia tidak dapat dimungkiri lagi. Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang dapat menjadi “pemangsa” bagi orang lain sehingga masyarakat dengan sistem sosial tertentu harus memberikan aturan pada para anggotanya yang mengatur tentang hubungan antarsesama. Hukuman adalah sebuah cara untuk menjadikan seorang yang melakukan pelanggaran berhenti dan tidak lagi mengulanginya. Selain itu juga menjadi pelajaran kepada orang lain untuk tidak mencoba-coba melakukan pelanggaran itu. Setiap peradaban pasti memiliki bentuk hukum dan jenis hukuman tersendiri. Dan masing-masing bisa berjalan sesuai dengan apa yang telah digariskan. Dalam islam terkenal dengan istilah fiqih jinayah atu jarimah yakni ilmu yang membahas perbuatan manusia yang salah seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan sejenisnya. Apa dan bagaimanakah jarimah itu. bagaimana macam macam jarimah itu? dan apa perbedaan jinayah dengan jarimah itu? pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan dijawab dalam tulisan berikut ini.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada latarbelakang tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Jarimah?
2. Sebutkan macam macam Jarimah?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bisa mengetahui pengertian dari jarimah
2. Mengetahui macam macam jarimah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jarimah
Pidana islam disebut juga dengan fiqih jinayah, dalam mempelajari fiqih jinayah ada dua istilah yang harus kita ketahui terlebih dahulu yaitu jinayah itu sendiri dan jarimah. Yang pertama tentang jinayah, jinayah adalah semua perbuatan yang diharamkan, perbuatan yang diharamkan adalah indakan yang dilarang atau dicegah oleh syara’ atau dengan kata lain jinayah itu perbuatan jahat atau salah yang mempunyai konsekuensi membahayakan jiwa, akal, agama, kehormatan. Sedangkan jarimah mempunyai arti yang sama dengan jinayah yaitu mengandung arti perbuatan buruk, jelek, dosa. Akan tetapi Kata jarimah identik dengan pengertian yang disebut dalam hukum positif sebagai tindak pidana atau pelanggaran. Contohnya adalah jarimah pencurian, jarimah pembunuhan, dan sejenisnya. Jadi di dalam hukum positif jarimah distilahkan dengan delik atau tindak pidana yang melanggar hukum. Seseorang yang tidak melanggar hokum tidak bisa dikatan tindak pidana atau delik, menurut sudut pandang hokum positif Indonesia. Sedangkan menurut kaca mata fiqh jinayah adalah seseorang yang meninggalkan perintah agama dan melanggar perbuatan yang dilarang oleh agama disebut dengan jarimah.
B. Macam Macam Jarimah
Jarimah dapat dibagi menjadi bermacam macam bentuk dan jenis. Tergantung pada sudut pandang mana kita melihatnya atau aspek yang menonjol.
1. Dilihat dari Pelaksanaannya
Aspek yang ditonjolkan dari perbuatan jarimah ini ada 2 aspek jarimah pertama,jarimah ijabiyah, yaitu seseorang yang melakukan atau melaksanakan perbuatan yang sudah dilarang atau perbuatan yang terlarang. Dalam hukum positif disebut dengandelict commisionis contoh melakukan zina, pembunuhan dll.
Kedua, jarimah salabiyah, yaitu seseorang yang tidak mengerjakan perbuatan yang duperintahkan oleh islam. Contohnya meninggalkan sholat, zakat, puasa dll.
2. Dilihat dari Niatnya
Pembagian dalam sudut pandang ini terbagi menjadi dua bagian yaitu perbuatan yang disengaja (jaraim al-makhsudah) dan perbuatan yang tidak disengaja (jaraim ghair makhsudah). Contoh perbuatan disengaja adalah seseorang yang masuk ke rumah orang lain dengan maksud mencuri sesuatu yang ada di rumah tersebut. Sedangkan contoh perbuatan yang tidak disengaja adalah seseorang yang bermaksud mengejutkan orang lain tetapi yang dikejuti mempunyai penyakit jantung akhirnya meninggal dunia.
3. Dilihat dari Objeknya
Aspek ini tertuju pada manusia atau sekelompok masyarakat. Jika objeknya perseorangan maka disebut dengan jarimah perseorangan. Dan jika objeknya masyarakat maka disebut dengan jarimah masyarakat. Kemudian para ulama mengatakan bahwa jarimah perseorangan menjadi hak adami (hak perseorangan ) sedangkan jarimah masyarakat menjadi hak jama’ah (hak Allah)
4. Dilihat dari Motifnya
Sudut pandang ini di bagi menjadi 2 bagian yaitu jarimah politik dan jarimah biasa. Arti dari jarimah politik adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang orang tertentu yang bertujuan politik untuk melawan pemerintah contohnya pemberontakan bersenjata, mengacaukan perekonomian dll. Sedangkan jarimah biasa adalah perbuatan yang tidak ada hubungan dengan politik contohnya perbuatan mencuri ayam, mencuri sepeda motor dll.
5. Dilihat dari Bobot Hukuman
Jarimah Ditinjau dari Aspek Bobot hukumannya
a. Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had. Hukuman had sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah: “Hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan merupakan hak Allah.[1]
Ciri khas dari jarimah hudud:
1) Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam artian bahwa hukumannya telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas maksimal dan minimal.
2) Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata. Pengertian akan hak Allah menurut Mahmud Syaltut.[2]
Hak Allah adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada masyarakat dan tidak tertentu bagi seseorang”
Jarimah hudud ini ada tujuh macam:
1) Jarimah zina: Rajam, melempari pezina dengan batu sampai ajal.
2) Jarimah qadzaf (menuduh zina) menuduh wanita baik-baik berbuat zina tanpa ada bukti yang meyakinkan.
3) Jarimah Syurbul Khamr: diharamkan, termasuk narkotika, sabu, heroin, dan lainnya. Hukumannya 40 kali dera sebagai had, dan 40 kali dera sebagai hukum ta`zir sebagaimana yang dipraktekkan oleh Umar bin Khattab.
4) Jarimah pencurian: Sariqah ialah perbuatan mengambil harta orang lain secara diam-diam dengan maksud untuk memiliki serta tidak adanya paksaan. Dalam Al-Quran, Jarimah Sariqah adalah potong tangan.
5) Jarimah hirabah: sekelomok manusia yang membuat keonaran, pertumpahan darah, merampas harta, dan kekacauan. Hukuman bagi haribah adalah hukuman bertingkat.
6) Jarimah riddah: keluar dari agama islam.
7) Jarimah Al Bagyu: pemberontakan, yaitu keluarnya seseorang dari ketaatan kepada Imam yang sah tanpa alasan. [3]
b. Jarimah Qishash dan Diyat
Adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qishas dan diyat (ganti rugi dari si pelaku kepada si korban atau walinya). Baik qishas maupun diyat keduanya adalah hukuman yang sudah ditentukan syara’ dan merupakan hak individu. Pengertian akan hak manusia (individu) menurut Mahmud Syaltut:
‘Hak manusia adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada orang tertentu’
Ciri khas jarimah qishas dan diyat:
1) Hukumannya sudah tertentu dan terbatas, dalam arti sudah ditentukan syara’ dan tidak ada batas maksimal dan minimal.
2) Hukuman tersebut merupakan hak perseorangan (individu), dalam arti bahwa korban atau keluarganya berhak memberikan pengampunan terhadap pelaku.
Jarimah qishas dan diyat terbagi menjadi:
1) Pembunuhan sengaja (al-qotlul‘amdu)
2) Pembunuhan menyerupai sengaja (al-qotlu syibhul’amdi)
3) Pembunuhan karena kesalahan (al-qotlul khotho-u)
4) Penganiayaan sengaja (al-jar’hul ‘amdu)
5) Penganiayaan tidak sengaja (al-jar’hul khotho-u)[4]
Perbedaan antara qishas dengan diyat adalah qishas merupakan bentuk hukuman bagi pelaku jarimah terhadap jiwa, anggota badan yang dilakukan dengan di sengaja. Adapaun diyat objeknya sama dengan qishas tetapi dilakukan dengan tanpa disengaja. Di samping itu diyat merupakan hukuman pengganti dari hukuman qisahash yang dimaafkan.
c. Jarimah Ta’zir
Adalah jarimah yang hukumannya bersifat mendidik atas perbuatan dosa yang belum ditetapkan oleh syara` atau hukuman yang diserahkan kepada keputusan Hakim. Namun hukum ta`zir juga dapat dikenakan atas kehendak masyarakat umum, meskipun bukan perbuatan maksiat, melainkan awalnya mubah. Dasar hukum ta`zir adalah pertimbangan kemaslahatan dengan mengacu pada prinsip keadilan. Pelaksanaannyapun bisa berbeda, tergantung pada tiap keadaan. Karena sifatnya yang mendidik, maka bisa dikenakan pada anak kecil.[5]
Ciri khas jarimah ta’zir:
1) Hukumannya tidak tertentu dan terbatas. Artinya hukuman tersebut belum ditentukan syara’ dan ada batas maksimal dan minimalnya.
2) Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa
Jenis jarimah ta’zir menurut Ibnu Taimiyah;
“Perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula kifarat, seperti mencium anak-anak (dengan syahwat), mencium wanita lain yang bukan isteri, tidur satu ranjang tanpa persetubuhan atau memakan barang yang tidak halal seperti darah dan bangkai.”
Jarimah Ta`zir juga bisa dibagi menjadi tiga macam
1) Jarimah yang berasal dari hudud namun terdapat syubhat
2) Jarimah yang dilarang nash, namun belum ada hukumnya
3) Dan jarimah yang jenis dan sanksinya belum ditentukan oleh syara’.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jarimah adalah perbuatan dosa dan salah, jika istilah di aplikasikan pada hokum Indonesia maka jarimah sama dengan hokum positif atau delik (oerbuatan yang melanggar hukum). Maka jarimah itu perbuatan seseorang yang melanggr hokum atau berbuat salah pada seseorang baik jiwa seseorang maupun bagian tubuh seseorang.
Macam macam jarimah di lihat dari sudut pandang berbeda
1. Dilihat dari pelaksanaannya: seseorang yang melakukan apa yang dilarang oleh agama. Seperti zina, mencuri, membunuh (jarimah ijabiyah). Dan tidak melakukan apa yang diperintah-Nya.
2. Dilihat dari niatnya: di sengaja atau tidak disengaja
3. Dilihat dari objeknya: jarimah perseorangan dan jarimah masyarakat.
4. Dilihat dari motifnya: jarimah politik yaitu yang membahas politik dan jarimah biasa yaitu jarimah yang tidak berhubungn dengan politik, seperti mencuri ayam
5. Diliha dari bobot hukuman
a. Jarimah hudud
b. Jarimah qishas/diyat
c. Jarimah Ta’zir
DAFTAR PUSTAKA
Drs.. Muslich, H Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm.24
Ahmad Hanafi, MA., Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1993), h. 13.
Hakim, Drs. H. Rahmat, Hukum Pidana Islam, Bandung: CV Pustaka Setia,
[1] Drs.. Muslich, H Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm.24
[2] Ahmad Hanafi, MA., Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1993), h. 13
[3] Hakim, Drs. H. Rahmat, Hukum Pidana Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000, hal. 27
[4] Ibid, Hal. 29
[5] Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Op. Cit., h. 18-19
Komentar
Posting Komentar