Titip Tulisan

 

bagaimana mungkin saya sibuk mengklarifikasi kebenaran ke  orang lain, sedangkan kebanaran mutlak itu hanya milik Allah. Lalu, pantaskah saya meminta pengakuan dari orang lain? Benarkah, bahwa prespektif seseorang terhadap diri ini tergantung bagaimana sikap kita ke orang lain? Terkadang saya sering berkelahi dengan hati ini, berdebat dengan pikiran ini. Menanykan keadaan, menyampaikan keluhan di sepertiga malam, memandang foto beliau membuat pikiran ini terus berfikir. Lalu ketika semua itu di sampaikan ke orang lain dan mendapatkan jawaban "tetap  bersyukur aja" "seng tenang" ketika itu juga q terbangun dari tidurku. Oh hanya mimpi.

Kamar, lajolor 08 03 23



Lalu, ketika kita menyampaikan sesuatu yang serius, kemudian muncul perdebatan, saling beragumen, tiba tiba ada seseorang berkata "sudah2, gitu aja koq, seng tenang". Ketika itu juga perdebatan di akhiri dan berakhir "kosong".
Padahal, Bukankan perdebatan itu hal yang penting untuk mencari solusi terbaik. Ya betul, ketika kita sedang berdebat dan adu argumen, terkadang kita sulit mengontrol aliran emosi dalam diri manusia. Jika seseorang yang tidak berfikir ada di lingkaran perdebatan, maka akan timbul perasaan membahayakan. Sedangkan bagi orang yang berfikir akan timbul pikiran untuk menenangkan kemudian memberikan pilihan solusi. Dan kita tidak bisa memaksakan orang lain sepaham dengan kita

Kamar, ikan koki, 08.




Komentar