TERBANYAK

10.012 KM

  10.012 KM, perjalanan yang tidak mudah, perjalanan yang penuh dengan lika liku, tapi saya sadar bahwa hidup ya harus seperti itu biar bermakna dan berkesan. Angka, iya betul. Angka 12 adalah tanggal dimana saya lahir di bumi pertiwi ini, tiba tiba saya teringat dengan tulisan saya 10 tahun yang lalu. Langsung saja ini adalah tulisan saya yang masih saya simpan di memori laptop Suara katak yang terdengar merdu malam itu menemani kesendirianku. Aku melirik jam dinding di kamar pondok, dan oh tidak jarum pendeknya sudah menunjuk angka tiga dini hari. Namun, mata ini masih saja enggan terpejam, seolah ada sesuatu yang menghalangi. Aku duduk seorang diri di kamar kenangan itu. Di hadapanku tergeletak sebuah laptop usang yang dulu begitu setia menemaniku saat menyelesaikan studi di salah satu universitas di Surabaya. Malam yang sunyi membuat tanganku gatal untuk kembali membuka laptop itu. Sejenak aku menarik napas panjang, menatap sekeliling. Teman sekamarku sudah tertidur pulas,...

Kyai Plat Merah


Sudah semingguan ini, nglempiti (baca : melipat) contoh surat suara menjadi wiridan kami seusai ngaji.
Sebagai santri, sempat terasa berat bagi kami, menerima kenyataan Kyai kami ikut NYALEG dalam pilkada tahun ini. Apalagi tetangga pondok sriwing - sriwing terdengar mulai ngrasani Kyai kami sebagai Kyai Plat Merah. Sungguh mendengar itu : endas rasane arep petcah..
** ** **
Tapi alhamdulillah, wetonan ngaji riyadhus sholihin pagi ini, membuat beban yang kami rasakan, serasa ambyar menjadi tak terasa, berganti rasa bangga yang tak terkira.
"Kang...", Kyai Sholeh (kyai kami) membuka penjelasannya. Sementara kami kompak menunduk khusuk, terlalu sungkan untuk menatap wajah beliau.
"DPR RI saiki, ibarat te wes koyo kotor e peceren. Trus pie cara ne ngresiki peceren?... opo cukup diresiki lewat demo pengerahan massa?.. opo cukup diresiki lewat gerakan sholat subuh berjama'ah?.. ora cukup kang!.. sebab iku kabeh adalah iktiar membersihkan peceren, dari luar peceren"
Kami masih menunduk, belum mengerti arah pembicaraan Kyai Sholeh.
"Mangkane saiki aq njaluk dungo pyn kabeh, aq tak nyoba njegur peceren, karena hanya dengan cara ini : aq iso melu iktiar ngresiki peceren, teko njerone peceren"
Kami menarik nafas lega, mulai memahami alur berfikir Kyai Sholeh.
Setelah nyruput white coffee nya (he3x.. sponsor titik), Kyai Sholeh melanjutkan :
"Biarpun untuk itu : resikonya pyn kabeh melu dadi rasan2ne tonggo, pyn dianggep dadi santrine Kyai Plat Merah"
Kami tersenyum trenyuh, merasakan empati beliau.
"Tapi kang!.. Pie - pie ndewe kudu tetep belajar manut dhawuh e gusti Allah, ojo sampek ndhewe dadi galau hanya karena rasan - rasane lambe turah".
Kami manggut - manggut, membenarkan semua yang beliau sampaikan, sambil bertekat dalam hati akan ikut membantu iktiar Kyai Sholeh sebisa kami, biarpun cuma sekedar ikut nglempiti contoh surat suara.
Wallahu a'lam.
by. BS
Founder KOMA Nusantara

Komentar