Abadi Dalam Hati (ayah)

 


 Hari esokpun tiba. Akupun langsung bergegas pulang. Seperti biasa, aku pulang memakai jasa angkutan umum yaitu bus jurusan Surabaya Solo. Tak terasa hampir 1 jam setengah aku berada di dalam  bus. dan akhirnya akupun sampai juga di depan rumah. Iya Karena rumahku berada di pinggir jalan raya, sehingga aku bisa berhenti di depan rumahku. kulangkahkan kaki ini menuju rumahku. Langka demi langka di bawah terik panasnya matahari. “assalamualaikum” salamku sambil mengetuk pintu. Suasana kesedihan kurasakan ketika aku berada didepan pintu rumahku. terdengar ucapan “wa’alaikumsalam” dari dalam rumah. Terbukalah pintu itu. Dan tiba tiba tanpa kusadari ibuku langsung memelukku sambil menangis “lee..ayahmu semakin parah, tak bisa bicara, tolong beri semangat kepada ayahmu”. Langsung seketika itu juga air mataku menetes dipunggung ibuku. kesedihan luar biasa yang belum pernah aku alami. “Tuhan, beginikah Kau menyayangi ayahku? Dengan cara inikah Kau ingin mengangkat derajatnya? Semuanya akan kembali kepada-Mu tapi beri kesempatan hamba untuk bisa membahagiakan ayahku, angkatlah penyakitnya Tuhan”. 

Sang motivatorku lagi-lagi terkena musibah. kali ini penyakit yang belum ada obatnya. hanya Allah yang bisa menyembuhkan penyakit itu. Hatiku tak henti hentinya menangis melihat sang motivatorku tak berdaya di atas kasur. 

Beberapa jam kemudian aku pun masuk ke kamar ayah. Air mataku langsung keluar, secepatnya ku usap air mataku. Aku tak boleh menangis di depan ayah.  aku tidak tega melihat beliau berbaring di kamar. Seketika itu, aku langsung keluar dari kamar ayahku dan menangis sepuasnya di pelukan ibu. Air mata yang tak pernah keluar tiba tiba terkuras habis akibat kesedihan yang begitu mendalam terhadap sang motivatorku. Ku coba untuk tegar dan tabah. Ku ambil air wudhu, memasang wajah yang ceria dan bahagia. Dan kemudian aku masuk lagi ke dalam kamar ayah. kondisi ayah saat itu hanya bisa berbaring, melihat dan mendengar. Aku berkata “ayah.,.,.aku mencintaimu, aku bangga padamu,., ayah pasti kuat menjalani cobaan ini”. Beliau tersenyum dan mengeluarkan air mata kemudian  memelukku. Mungkin beliau mau mengatakan “jangan bersedih lee.,.,ayah tidak apa apa, tetap semangat” ya aku tau pasti itu yang akan terucap. meskipun saat itu  ayah tak bisa berbicara. 

Hampir setengah jam aku berada disamping ayahku, menunggu beliau tertidur pulas. setelah beliau tertidur pulas, aku beranjak meninggalkan tempat tidurnya. Aku pun menuju ruang tamu dimana semua keluargaku berkumpul di ruang tamu tersebut. Disana ada pembicaraan masalah tentang cara menyembuhkan penyakit yang di alami ayahku sekarang. berbagai orang pintar sudah kami singgah tapi tetap saja penyakit ayah tak kunjung membaik. Ditengah pembicaraan kami tiba tiba suasananya menjadi haru. Bulu kuduk ku berdiri merinding. “ada perasan apa ini bu” tanyaku kepada ibu. “tidak tahu le, ayo kita check kekamar beliau” jawab ibu kepadaku. Sebelum aku dan ibuku beranjak dari ruang tamu menuju ke kamar ayahku. ibu (nenekku) dari ayahku tiba-tiba mengatakan “anakku tak usah dibawa kerumah sakit lagi, sekarang kita kumpul di ruanganya dan membaca surat yasin disana”. Mendengar hal itu hatiku merasakan hal yang tidak enak, hati terasa mati rasa, air mata hampir jatuh ke pipi, suasana jadi hening. ada apa?. Dan kamipun menuruti kemauan nenek. kami semua berjalan menuju ke ruangan ayahku. dan kemudian kami langsung membaca surat yasin. Semua anggota keluargaku duduk di bawah kasur tempat tidur ayahku sambil melantunkan surat yasin. Dan aku memilih berada disamping ayah. saat itu ayahku tak bisa berbuat apa apa, akhirnya ku bantu untuk melafalkan “lailahaillaAllah” kumendengar lafal itu muncul dari mulut ayah. setelah itu aku ambil buku yasin dan membacanya disamping beliau. 

Sampai pembacaan surat yasin yang ketiga tiba tiba suasana menjadi seperti surga yang bertaburan bunga, hati terbelenggu kesedihan, suasana hening, detik jam terdengar jelas. Perasaanku bertambah sedih, air mataku mengalir begitu saja. Kuhentikan pembacaan yasin. lalu ku melihat wajah motivatorku tersenyum tapi wajah beliau terlihat pucat. Kupegang kakinya, rasanya tak ada aktifitas kehidupan di kakinya. Kemudian kupanggil ibuku. “bu .,ayah koq tidak bergerak lagi” . ibuku langsung memeriksa dan kemudian ibuku terlihat mengeluarkan air mata sambil mengatakan “innalillahi wa innailaihiraaji’un”. Seketika itu semua orang menghentikan aktifitas baca surat yasinnya. Akupun memeluk ibu, Air mataku mengalir membasahi pakaian ibuku. Semua keluargaku juga merasakan kesedihan yang mendalam atas kepergian ayah. hal itu buatku tak percaya, buatku tak bisa menerima takdir Tuhan.  karna aku belum bisa ditinggal sang motivatorku untuk selamanya. Karena lewat beliaulah aku menjadi manusia yang lebih baik, manusia yang semakin baik, manusia yang baru menemukan kehidupan baru, semua serba baru, apa yang aku lakukan serba baru. Semua itu perantara beliau, yang mengantarkanku ke gerbang kehidupan yang luas,  karena beliau adalah manusia yang banyak memberikan contoh dari pada bicara. Mengapa semua ini terjadi padaku, dimana aku masih butuh motivasi dari beliau disaat aku masih semester dua.

Bersambung

Komentar