TERBANYAK

10.001 KM – Bergerak dan Menggerakkan

Perjalanan ini penuh dengan cerita suka dan duka yang datang dari sahabat saya, ya betul, beliau adalah Bapak Damanto. Beliau mulai menorehkan tinta perjuangannya di wadah ini pada tahun 2019, bersama dengan saya. Sebelum benar-benar masuk ke dalam dunia perjuangan ini, kami terlebih dahulu ditempa dalam sebuah tes selama dua hari satu malam, di tempat dan suasana yang sama. Dari sana, kami melangkah membawa cerita masing-masing, menapaki perjalanan dengan sejarah yang berbeda. Bapak Damanto memulai kariernya sebagai seorang marketing, sementara saya berangkat dari posisi koordinator. Begitulah takdir mengatur jalan kami. Berkat kegigihan dan keseriusan beliau dalam menjalankan amanah, Alhamdulillah, kami akhirnya dipertemukan di posisi yang sama memulai babak baru bersama. Sejak itu, kami berusaha meninggalkan jejak perjalanan yang tidak hanya diukur oleh kilometer, tetapi juga mampu memberi semangat kepada siapa pun yang melewatinya. Setiap langkah, setiap pergerakan, menjadi...

7.000 km (PITUlunge gusti Allah)

 




Saya sangat meyakini hal tersebut, jika bukan karena "pitulunge gusti Allah," mungkin saya tidak dapat menulis dan berbagi kisah di balik kilometer ke 7.000 ini. Benar, semua berkat "pitulunge gusti Allah."

Tujuh bulan telah berlalu, segala sesuatunya berjalan berkat "pitulunge gusti Allah."

Dunia tidak pernah benar-benar berhenti. Bahkan ketika manusia berhenti bergerak, bumi tetap berputar. Dan di antara perjalanan waktu tersebut, selalu ada seseorang yang memilih untuk "pergi," bukan karena ingin melarikan diri, tetapi karena ingin selalu berada dalam perlindungan dan "pitulunge gusti Allah."

Apa yang telah saya lakukan dan berikan bukanlah hal yang penting. Siapa saya juga tidak penting, bagaimana saya juga tidak penting. Sebab, seberapa penting pun saya, akhirnya tetap menyatu dengan alam (tanah). Namun, yang penting adalah cerita ini: mengenai perjalanan yang tidak pernah saya rencanakan, tetapi harus saya jalani. Bukan demi peta, bukan demi ketenaran, tetapi demi pemahaman, demi sesuatu yang telah mengubah hidup saya, demi sesuatu yang tiba-tiba pergi meninggalkan saya untuk menunggu di tempat abadi.

Derasnya air mata ini merupakan bagian dari cerita perjalanan di kilometer ke 7.000. Mutiara hati, rembulan malam, telah menemukan batas posisi yang ketika dilihat mata, membuat air mata tak bisa dibendung, menjadikan tubuh ini ingin selalu berada di samping mutiara hati rembulan malam, ingin selalu hadir dalam curhatannya. Namun, apa daya saya sebagai manusia biasa, takdir! Saya harus menjalani takdir, berharap selalu mendapatkan "pitulunge gusti Allah," dan saya mendapatkan itu. Alhamdulillah, terima kasih Allah.


Komentar