TERBANYAK

10.012 KM

  10.012 KM, perjalanan yang tidak mudah, perjalanan yang penuh dengan lika liku, tapi saya sadar bahwa hidup ya harus seperti itu biar bermakna dan berkesan. Angka, iya betul. Angka 12 adalah tanggal dimana saya lahir di bumi pertiwi ini, tiba tiba saya teringat dengan tulisan saya 10 tahun yang lalu. Langsung saja ini adalah tulisan saya yang masih saya simpan di memori laptop Suara katak yang terdengar merdu malam itu menemani kesendirianku. Aku melirik jam dinding di kamar pondok, dan oh tidak jarum pendeknya sudah menunjuk angka tiga dini hari. Namun, mata ini masih saja enggan terpejam, seolah ada sesuatu yang menghalangi. Aku duduk seorang diri di kamar kenangan itu. Di hadapanku tergeletak sebuah laptop usang yang dulu begitu setia menemaniku saat menyelesaikan studi di salah satu universitas di Surabaya. Malam yang sunyi membuat tanganku gatal untuk kembali membuka laptop itu. Sejenak aku menarik napas panjang, menatap sekeliling. Teman sekamarku sudah tertidur pulas,...

7.000 km (PITUlunge gusti Allah)

 




Saya sangat meyakini hal tersebut, jika bukan karena "pitulunge gusti Allah," mungkin saya tidak dapat menulis dan berbagi kisah di balik kilometer ke 7.000 ini. Benar, semua berkat "pitulunge gusti Allah."

Tujuh bulan telah berlalu, segala sesuatunya berjalan berkat "pitulunge gusti Allah."

Dunia tidak pernah benar-benar berhenti. Bahkan ketika manusia berhenti bergerak, bumi tetap berputar. Dan di antara perjalanan waktu tersebut, selalu ada seseorang yang memilih untuk "pergi," bukan karena ingin melarikan diri, tetapi karena ingin selalu berada dalam perlindungan dan "pitulunge gusti Allah."

Apa yang telah saya lakukan dan berikan bukanlah hal yang penting. Siapa saya juga tidak penting, bagaimana saya juga tidak penting. Sebab, seberapa penting pun saya, akhirnya tetap menyatu dengan alam (tanah). Namun, yang penting adalah cerita ini: mengenai perjalanan yang tidak pernah saya rencanakan, tetapi harus saya jalani. Bukan demi peta, bukan demi ketenaran, tetapi demi pemahaman, demi sesuatu yang telah mengubah hidup saya, demi sesuatu yang tiba-tiba pergi meninggalkan saya untuk menunggu di tempat abadi.

Derasnya air mata ini merupakan bagian dari cerita perjalanan di kilometer ke 7.000. Mutiara hati, rembulan malam, telah menemukan batas posisi yang ketika dilihat mata, membuat air mata tak bisa dibendung, menjadikan tubuh ini ingin selalu berada di samping mutiara hati rembulan malam, ingin selalu hadir dalam curhatannya. Namun, apa daya saya sebagai manusia biasa, takdir! Saya harus menjalani takdir, berharap selalu mendapatkan "pitulunge gusti Allah," dan saya mendapatkan itu. Alhamdulillah, terima kasih Allah.


Komentar